Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Observasi, Manfaat, Macam-Macam dan Tahapan Observasi

Materi tentang pengertian observasi, manfaat observasi, macam dan derajat observasi, tahapan observasi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai pengertian observasi, manfaat observasi, macam dan derajat, tahapan observasi

Pengertian Observasi

Menurut Kartono (dalam Basuki, 2006) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”.

Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
  2. Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara kebetulan (accidental) saja.
  3. Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang lebih umum, dan tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu belaka.
  4. Validitas, reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada data ilmiah lainnya

Pengertian Observasi, Manfaat, Macam-Macam dan Tahapan Observasi Menurut Para Ahli - Poerwandari (dalam Basuki, 2006) tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi memberikan penjelasan tentang observasi sebagai berikut: “Observasi barangkali menjadi metode yang paling dasar dan paling tua di bidang psikologi, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik itu kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya.Istilah observasi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister dalam Basuki, 2006).

Patton (dalam Basuki, 2006) menegaskan observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan pendekatan kualitatif.Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.

Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan beberapa pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan pemanfaatan pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan pengamat (Moleong dalam Basuki, 2006).

Pengertian Observasi, Manfaat, Macam-Macam dan Tahapan Observasi_
image source: pinterest.com

Manfaat Pengamatan

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Basuki, 2006) alasan-alasan pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif, intinya karena:
  1. Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
  2. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya.
  3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.
  4. Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak psikologis antara peneliti dengan yang diwawancarai. Jalan yang terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan.
  5. Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.
  6. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.

Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti, menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek, bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti.

Macam Pengamat dan Derajat Pengamat

Menurut Moleong (dalam B) pengamatan dapat dibedakan menjadi: a) pengamatan berperan serta, b) pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan terbuka, apabila keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti, dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan, b) pengamatan tertutup apabila pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh subjek yang diamati. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan dengan latar alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan buatan atau pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini disebut eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.Sedang pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif.

Selanjutnya Bunford Junker (dalam Basuki, 2006) membagi peran peneliti sebagai pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

1) Berperan serta secara lengkap (the complete participant).
Pengamat dalam hal ini menjadi anggota penuh dari suatu kelompok yang diamati, artinya peneliti bergabung secara penuh atau menjadi anggota secara penuh dalam kelompok yang diamati sendiri oleh peneliti. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang rahasia.

2) Pemeran serta sebagai pengamat (the participant as observer).
Peneliti tidak sepenuhnya menjadi anggota kelompok yang diamati (misalnya anggota kehormatan), tetapi masih dapat melakukan fungsi pengamatan.Hal-hal rahasia masih dapat diketahui.

3) Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as participant).
Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala macam informasi termasuk yang rahasia dapat dengan mudah diperoleh.

4) Pengamat penuh (the complete observer).
Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan suatu eksperimen dilaboratorium yang menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak.

Flick (dalam Basuki, 2006) menjelaskan tentang observasi sebagai berikut: disamping kemampuan berbicara dan mendengarkan sebagaimana digunakan dalam wawancara-wawancara, observasi merupakan keterampilan harian lain sebagai secara metodelogis disistematisir dan diterapkan dalam penelitian kualitatif. Tidak hanya persepsi visual tetapi juga persepsi berdasarkan pendengaran, perasaan dan penciuman yang diintegrasikan.

Flick (dalam Basuki, 2006) menyatakan prosedur observasi secara umum diklasifikasikan menjadi 5 (lima) dimensi, yaitu:

a) Observasi tertutup versus observasi terbuka
seberapa jauh observasi diberitahukan kepada siapa yang diobservasi.

b) Observasi tidak terlibat versus observasi terlibat
seberapa jauh pengamat menjadi bagian yang aktif dari lapangan yang diamati.

c) Observasi sistematis lawan observasi yang tidak sistematis
adalah suatu observasi yang lebih atau kurang terstandarisasikan dalam pola pelaksanaannya atau observasi yang lebih fleksibel dan tanggap terhadap proses penelitian sendiri.

d) Observasi secara alamiah versus situasi-situasi buatan
apakah observasi dilakukan dalam lapangan yang diminati atau apakah observasi dilakukan terhadap interaksi yang mengarah ke suatu tempat yang khusus (misalnya suatu laboratorium) yang memungkinkan observasi yang lebih baik.

e) Observasi diri versus mengobservasi orang-orang lain
kebanyakan orang lain diobservasi, maka berapa banyak niat/atensi peneliti melakukan refleksi dalam observasi diri sendiri untuk dijadikan dasar selanjutnya pada waktu melakukan penafsiran atas apa yang diobservasi.

Tahap-Tahap Observasi

Mengenai tahap-tahap observasi, penulis seperti Adler dan Adler (dalam Basuki, 2006) menyatakan bahwa observasi memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu:
  1. Seleksi suatu latar (setting) yaitu dimana dan kapan proses-proses dan individu-individu yang menarik itu dapat diobservasi
  2. Berikan definisi tentang apa yang dapat didokumentasikan dalam observasi itu dan dalam setiap kasus.
  3. Latihan untuk pengamat supaya ada standarisasi misalnya apa yang dijadikan fokus-fokus penelitian.
  4. Observasi deskriptif yang memberikan suatu pemaparan umum mengenai lapangan.
  5. Observasi terfokus yang semakin terkonsentrasi pada aspek-aspek yang relevan dengan pertanyaan penelitian.
  6. Observasi selektif yang dimaksudkan untuk secara sengaja menangkap hanya aspek-aspek pokok.
  7. Akhir dari observasi apabila kepenuhan teori telah tercapai, yaitu apabila observasi lebih lanjut tidak memberikan pengetahuan lanjutan.

Kerlinger (dalam Basuki, 2006) menyatakan bahwa manusia melakukan pengamatan sehari-hari terhadap orang lain, lingkungan sekeliling dan lain-lain. Tetapi pengamatan seperti itu jelas tidak memberikan data yang dapat dipergunakan untuk penelitian ilmiah.Oleh peneliti-peneliti kuantitatif agar data hasil pengamatan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ilmiah perlu diterapkan prosedur pengukuran yaitu setiap perilaku diberi skor menurut aturan tertentu, sehingga berdasarkan skor-skor tersebut dapat disusun kesimpulan.Namun menurut Kerlinger hal tersebut ternyata masih menimbulkan kontroversi dan perdebatan.Para peneliti kuantitatif menyatakan bahwa perilaku tersebut harus dikontrol secara ketat dan cermat agar perilaku tersebut dapat dikenakan prosedur pengukuran, dengan demikian data tersebut bermanfaat untuk ilmu pengetahuan ilmiah. Peneliti-peneliti kualitatif menyatakan bahwa pengamatan harus alamiah (naturalistik): pengamat harus larut dalam situasi realistik dan alami yang sedang berlangsung, dan harus mengamati perilaku sebagai yang muncul dalam wujud yang sebenarnya. Walaupun hal ini dalam pelaksanaannya sangat sulit dan rumit.

Sedang Bachtiar (dalam Basuki, 2006) intinya menyatakan bahwa dalam pengetahuan ilmiah mengenai segala sesuatu yang diwujudkan oleh alam semesta, pengamatan merupakan teknik yang pertama-tama digunakan dalam penelitian ilmiah.Selanjutnya dinyatakan berbeda dengan pengamatan yang dilakukan sehari-hari, pengamatan sebagai cara penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang merupakan jaminan bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran penelitian. Syarat-syarat tersebut adalah peneliti harus berusaha membandingkan dengan hasil pengamatan orang lain dalam masalah yang sama dan dalam keadaan yang sama, apabila ternyata mendapatkan hasil yang tidak sama, maka harus diperiksa kembali dimana kesalahannya. Untuk menguji kebenaran suatu pengamatan, peneliti dapat mengulang pengamatannya kemudian membandingkan dengan hasil pengamatan pertama.Walaupun hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena ada peristiwa yang hanya sekali terjadi, sehingga tidak dapat diamati lagi.

Menurut Suparlan (dalam Basuki, 2006) metoda pengamatan digunakan untuk memperoleh informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati.Hasil pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat dibalik gejala-gejala tersebut. Selanjutnya menurut Suparlan (dalam Basuki, 2006) intinya terdapat anggapan sementara pihak bahwa pengamatan dinilai bukan suatu metoda penelitian yang ilmiah karena sederhana, tidak rumit teknik-tekniknya dan tidak susah memahami dan menggunakannya. Padahal apabila digunakan sesuai persyaratannya akan memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Suparlan selanjutnya mengemukakan bahwa dalam penelitian ilmiah yang menggunakan metoda pengamatan, si peneliti hendaknya memperhatikan 8 (delapan) hal sebagai berikut:
  1. Ruang atau tempat: setiap gejala (benda, peristiwa, orang, hewan) selalu berada dalam ruang atau tempat tertentu. Bahkan keseluruhannya dari benda atau gejala yang ada dalam ruang yang menciptakan suatu suasana tertentu patut diperhatikan oleh si peneliti, sepanjang hal itu mempunyai pengaruh gejala-gejala yang diamatinya.
  2. Pelaku: pengamatan terhadap pelaku mencakup ciri-ciri tertentu yang dengan ciri-ciri tersebut sistem kategorisasi yang berpengaruh terhadap struktur interaksi dapat terungkapkan.
  3. Kegiatan: dalam ruang atau tempat tersebut para pelaku tidak hanya berdiam diri saja tetapi melakukan kegiatan-kegiatan, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan, yang dapat mewujudkan adanya serangkaian interaksi di antara sesama mereka.
  4. Benda-benda atau alat-alat: semua benda-benda atau alat yang berada dalam ruang atau tempat yang digunakan oleh para pelaku dalam melakukan kegiatan-kegiatannya atau ada kaitannya dengan kegiatan-kegiatannya haruslah diperhatikan dan dicatat oleh si peneliti.
  5. Waktu: setiap kegiatan selalu berada dalam suatu tahap-tahap waktu yang berkesinambungan. Seorang peneliti harus memperhatikan waktu dan urut-urutan kesinambungan dari kegiatan, atau hanya memperhatikan kegiatan tersebut dalam satu jangka waktu tertentu saja dan tidak secara keseluruhan.
  6. Peristiwa: dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku, bisa terjadi sesuatu peristiwa diluar kegiatan-kegiatan yang nampaknya rutin dan teratur itu atau juga terjadi peristiwa-peristiwa yang sebenarnya penting tetapi dianggap biasa oleh para pelakunya. Seorang peneliti yang baik harus tajam pengamatannya dan tidak lupa untuk mencatatnya.
  7. Tujuan: dalam kegiatan-kegiatan yang diamati bisa juga terlihat tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh para pelakunya sebagaimana terwujud dalam bentuk tindakan-tindakan dan ekspresi muka dan gerak tubuh atau juga dalam bentuk ucapan-ucapan dan ungkapan-ungkapan bahasa.
  8. Perasaan: pelaku-pelaku juga dalam kegiatan dan interaksi dengan sesama para pelaku dapat terlihat dalam mengungkapkan perasaan dan emosi-emosi mereka dalam bentuk tindakan, ucapan, ekspresi muka dan gerakan tubuh. Hal-hal semacam ini juga harus diperhatikan oleh si peneliti.

Dari berbagai pendapat beberapa tokoh tentang pengamatan (observasi) maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan (observasi) dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan memperhatikan syarat-syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Agar hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya maka hasil pengamatannya hendaknya dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti lain tentang orang atau fenomena yang sama dan dalam situasi yang sama pula. Dapat juga dilakukan dengan mengulangi pengamatannya atau melengkapi dengan menggunakan teknik lain misalnya wawancara dan lain-lain. Atau dapat pula dilakukan dengan membandingkan dengan hasil pengamatan dari significant others. Jelaslah bahwa prinsip triangulasi dalam penelitian kualitatif harus ditegakkan.

Sigmund Freud
Sigmund Freud Stimulate your passion!

Posting Komentar untuk "Pengertian Observasi, Manfaat, Macam-Macam dan Tahapan Observasi"