Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli

Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli - Pembahasan pada artikel kali ini mengenai Social Learning Theory atau Teori Pembelajaran Sosial. Namun sebelum masuk ke Social Learning Theory (SLT) kita terlebih dulu membahas bagaimana SLT berkembang dan apa saja yang melatarbelakangi perkembangannya. Perkembangan SLT tentunya tidak terlepas dari teori classical conditioning dan Operant conditioning. Topik kajian utama dalam SLT ini adalah bagaimana prinsip perubahan perilaku individu dan apa yang bagaimana sebuah perilaku terbentuk, menetap dan hilang.

Belajar adalah perubahan tingkah laku menetap (sedikit ataupun banyak) sebagai hasil dari proses berlatih (practice).Social learning Theory atau Teori belajar sosial menekankan bahwa tingkah laku dibentuk oleh luar (lingkungan luar). Anak-anak mendapatkan tingkah laku baru melalui lingkungannya dan memodifikasi tingkah laku yang lama, karena mereka menghadapi dunia sosial dan dunia nyata.Teori belajar social fokus terhadap konteks social individu dan melalui interaksinya dengan orang lain. yang termasuk konsep belajarnya adalah proses observasi, imitasi dan modeling.

Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli_
image source: stanford.edu
baca juga: Sejarah Hidup Bandura, Eksperimen Bobo Doll, dan Teori Belajar Sosial

Classical Conditioning Theory

Classical conditioning memulai dengan hubungan reflex bawaan (innate) antara stimulus dan respon.

Beberapa tokoh dari teori Clasical Conditioning antara lain:

PAVLOV
Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah salah satu tokoh classical conditioning yang melakukan experiment dengan menggunakan seekor anjing. Seekor anjing ditempatkan di sebuar ruang kendali yang gelap dengan lampu yang menyala, setelah 30 detik makanan diberikan kepada anjing yang menimbulkan keluarnya air liur. Proses tersebut di lakukan berulang dengan tambahan lampu yang dinyalakan ketika makanan diberikan. Ketika lampu telah dinyalakan dengan sendirinya anjing akan mengeluarkan air liur dengan sendirinya meskipun makanan tidak diberikan, maka perilaku anjing tersebut telah terkondisikan dengan cahaya lampu.

Dari percobaan tersebut, Pavlov menjelaskan bahwa kehadiran makanan adalah unconditioning stimulus, cahaya lampu adalah conditioning stimulus, air liur yang keluar karena makanan adalah unconditioning refleks, dan air liur yang keluar karena cahaya lampu adalah conditioning refleks.

JOHN WATSON
John Watson adalah seorang behavioralist yang menekankan studinya pada emosi terutama conditioning emotion, menurut Watson saat anak lahir, ada 3 reaksi emosi yang merupakan bawaan dan tidak perlu dipelajari yaitu marah, takut dan cinta. reaksi Takut bisa di observasi ketika seorang anak melompat, jantung berdetak kencang, menutup mata dan mengangis. Marah merupakan suatu respon atas gerak tubuh yang dibatasi dan responnya berteriak, tubuh menegang dsb. Cinta adalah respon yang diberikan ketika anak memperoleh belaian, gelitikkan dan tepukan pada bagian tubuhnya. Dalam eksperimennya Watson melakukan conditioning fear yang dikenal dengan “little Albert experiment”. Percobaan dimulai dengan menunjukkan kepada albert seekor tikus, pada awalnya albert tidak merasa takut, pada proses selajutnya tikus disajikan beserta tiang hantaman dibelakang kepala albert yang menimbulkan suara keras sehingga ketika Albert melihat tikus dan suara hantaman di perdengarkan albert menjadi terkejut dan takut, selanjutnya ketika tikus di hadirkan kembali albert merasa takut meskipun tidak ada suara hantaman yang sebelumnya (seperti kondisi semula). Maka albert sudah dikondisikan takut pada tikus. Sehinga pada tahap Selanjutnya albert menjadi takut dengan sesuatu yang berbulu seperti, kelinci, topeng, anjing, wool dsb. (Miller, 2011)

Tujuan dari eksperiment Watson adalah conditioning fear dan deconditioning fear, pada awalnyaWatson ingin mengkondisikan dan memunculkan rasa takut pada albert dan memberikan ujicoba treatment untuk merubah kembali respon albert (menghilangkan rasa takut) dengan deconditioning theory, namun sayangnya proses dekondisioning tidak dapat dilakukan karena albert yang berasal dari panti asuhan harus di adopsi dan dibawa keluar kota.

MARY COVER JONES
Mary Cover Jones adalah salah satu murid dari john Watson, ia meneruskan eksperiment yang dilakukan oleh Watson. Watson telah berhasil mengkondisikan tingkah laku dengan memunculkan respon takut, maka jones mencoba mengkondisikan (menghilangkan) respon takut tersebut, eksperimennya dikenal dengan “eksperiment Peter”, dimana jones menggunakan seorang anak bernama peter yang takut akan binatang2 dan benda berbulu, jones menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan rasa takut Peter mulai dari memberikan tayangan anak yang bermain dengan kelinci sampai pada percobaan langsung. Dalam eksperimen tersebut peter duduk di sebuah kursi sambil memakan snack, kemudian dihadirkan kelinci dalam kandang dengan jarak yang cukup jauh, peter tidak takut dan terus memakan snack tersebut, berganti hari semakin dekat peter dengan kelinci tersebut sampai pada akhirnya peter bisa duduk bersama kelinci dan memegang kelinci dengan satu tangannya dan tangan yang lain memakan snack. Teknik jones ini merupakan bentuk dari Behavior modification yang dinamakan “systematic desentisization”. (Crain, 2005)
Operant Conditioning Theory

Operant conditioning dicetuskan oleh B.F Skinner. Operant conditioning menekankan bahwa perilaku anak dihasilkan secara spontan. Lingkungan tidak hanya merubah tingkal laku namun dapat juga membentuk tingkah laku. Dalam eksperimen untuk mengontrol perilaku dan lingkungan Skinner membuat peralatan uji coba yang sering disebut “Skinner Box”. Skinner box menyerupai kotak kecil berisi binatang yang bebas bergerak, di salah satu bagian kotak tersebut terdapat sebuah batang pengungkit yang bila ditekan akan otomatis mengeluarkan makanan, binatang seperti tikus akan menusuk2 sekeliling kotak sampai secara tidak sengaja akan menekan batang pengungkit dan tikus tersebut akan mendapatkan makanan (reward). Lama-kelamaan batang pengungkit tersebut akan sering ditekan (terjadi proses belajar dengan pengulangan) dan frekuensinya akan di hitung dan pengukuran proses belajar pun terjadi. Dalam percobaan diatas tikus mendapatkan reward berupa makanan, hal ini disebut juga Reinforcement yaitu penguatan perilaku, sebuah perilaku akan lebih sering dilakukan bila perilaku tersebut diberi reinforcement. Selain eksperimen dia atas, Skinner juga banyak melakukan eksperien lainnya seperti “baby tender”, “baby box”. Dari berbagai eksperiment tersebut didapat kesimpulan bahwa Reinforcement bisa berupa penghargaan sosial seperti, senyum, perhatian, atau penghargaan dari orang lain sangat berpengaruh dalam perkembangan perilaku. prinsip operat conditioning bisa diterapkan juga untuk menghilangkan perilaku yang tidak menyenangkan dengan mengabaikan atau tidak member perhatian pada perilaku tersebut. (Crain, 2005)

Teori Bandura : Social Learning Theory

Albert bandura memiliki pandangan yang bebeda dengan skinner dan theorist yang lainnya, menurut bandura individu belajar banyak melalui imitasi, dan imitasi melibatkan serangkaian proses kognitif. Bandura menekankan proses kognitif memiliki hubungan yang sangat erat dengan lingkungan dan tingkah laku (behavior).

Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli 1_

Bandura mendefinisikan belajar sebagagai bertambahnya pengetahuan melalui serangkaian proses kognitif dari informasi yang ada dan di dapatkan. 

Konsep Teori belajar bandura yaitu:

1. Observasi Belajar
Observasi-belajar merupakan proses general penambahan informasi dari orang lain, buku-buku, dan media elektrronik. Observasi ini memungkinkan seseorang untuk melakukan imitasi (meniru). Dengan mengobservasi beberapa model, kombinasi perilaku dapat terjadi dari satu bentuk perilaku menjadi perilaku yang lebih kompleks. Pembelajaran observasi ini sangat penting anak-anak banyak belajar suatu tingkah laku dari melihat orang lain, trial dan error,. Anak-anak rata-rata belajar 1 atau 2 perilaku baru melalui observasi dan mengulang apa yang dilakukan oleh oranglain. Berikut adalah 4 komponen pembelajaran observasi:
  1. Attentional prosses, dimana individu tidak bisa meniru model tanpa memberikan perhatian pada model tersebut.
  2. Retention Processs, mengasosiasikan stimulus dengan suatu kode.jika timulusnya visual individu mengasosiasikan stimulus tersebut dengan “verbal codes”
  3. Motor and reproduction prosses, yaitu kemampuan fisik untuk meniru stimulus tersebut. 
  4. Reinforcement dan motivational process. Performance tingkah laku dibentuk oleh reinforcement dan motivasi, proses imitasi akan mudah terjadi bila ada reward yang didapat jika berhasil meraihnya.

2. Self Efficasy
Self efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif. Self efficacy adalah upaya meyakinkan anak akan kemampuan yang ia miliki dan bisa meraih tujuan mereka., penilaian self efficacy meliputi:
  • Actual performance, jika individu berhasil menyelsaikan suatu tugas maka self efficacy akan meningkat dan sebaliknya jika gagal dalam menyeleaikan suatu tugas maka self efficacy akan menurun.
  • Vicarious experiment. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Self efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling.
  • Verbal situation. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan
  • Physiological cues, Self efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

Keluarga adalah salah satu factor yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan self-efficacy, anak-anak dengan self efficacy rendah merupakan anak-anak yang menarik diri dengan lingkungan, kurang diterima oleh lingkungannya dan mempunyai sikap rendah diri. Sedangkan anak-anak yang mempunyai self-efficacy tinggi yaitu mereka yang menggunakan agresi kepada teman-teman mereka untuk mendapatkan tujuan mereka dan memberikan kontribusi intelektual yang besar pada lingkungannya.

PERBANDINGAN TEORI BELAJAR

Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli 2_

Mekanisme Perkembangan

Miller dalam (Miller, 2011) Berdasarkan teori bandura, perkembangan terjadi karena 3 hal:
  1. Kematangan fisik, meliputi kemempuan fisik untuk melakukan observasi dan modeling berjalan seiring berkembanganya fisik
  2. Pengalaman (interaksi) dengan dunia social, ketika anak-anak berinteraksi dengan orang lain, merekamemperoleh pengulanganperilaku, mempelajari situasi yang tepat untuk perilaku, dan karena perilaku ini diberi reinforcement oleh orang lain, menjadi termotivasi untumelakukan mereka
  3. Perkembangan kognitif, meliputi konsepsi anak-anak tenatang dunia dan diri mereka sendiri, seperti self efficacy terbentuk dari interaksi langsung dengan orang lain.

Evaluasi Teori Bandura

KUALITATIF VERSUS KUANTITATIF
Teori belajar social dilihar sebgai proses perubahan kuantitatif, dimana proses belajar akan dikumpulkan dari waktu ke waktu dan terakumulasi.

IMPLIKASI PRAKTIS:
  1. Memberikan sumbangsih yang berharga pada psikologi perkembangan 
  2. Teori belajar sosial memberikan kontribusi besar untuk “behaviorisme”, dan melahirkan metode “modifikasi perilaku”, juga “reinforcement” 
  3. Bandura memberikan kontribusi teori pembelajaran kepada orangtua maupun gru dengan “Modeling”, dimana modeling berdasarkan teori bandura bisa dalam berbagai bentuk, seperti modeling tingkahlaku, kemampuan verbal dan memahami sesuatu hal.
  4. Teori bandura Memberikan kontribusi tidak hanya kepada perseorangan tetapi juga pada publik seperti mass media, majalah, acara TV, film, dimana anak-anak bisa melihat dan menontonnya dalam waktu yang lama dan anak bisa melakukan imitasi terhadap hal-hal yang ia lihat yang tentu saja bisa membuat perubahan social.
  5. Teori bandura tentang self efficacy juga bisa dimanfaatkan untuk terapi phobia, menurut bandura apapun metode yang digunakan oleh terapi, entah behavior modification ataupun modeling, yang terpenting adalah klien memiliki self-efficacy yang tinggi, yaitu kemampuan untuk menghadapi berbagai stimulus yang menakutkan.
  6. Teori belajar sosial juga sangat membantu untuk mengembalikan keluarga yang tidak berfungsi dengan baik, misalnya dalam behavioral modification untuk merubah sikap anak-anak menjadi lebih baik dan menjalankan perannya masing-masing. Salah satu produk dari aplikasi teori ini adalah acara “Nany 911”

EVALUASI TEORI BANDURA

STRENGTHS
Teori belajar social memberikan pandangan baru tentang proses belajar, dalam pembelajaran perilaku akan bervariasi dari situasi ke situasi lainnya, tergantung
pada model dan motif yangmemperkuat (reinforcement) ditemukan dalam setiap situasi. Individu, perilaku dan konteks social berpengaruh dalam proses perkembangan. Teori belajar social juga mampu untuk mengidentifikasi bahwa pengalaman dapat membuat seorang anak memahami konsep yang lebih besar, dimana konsep ini belum mampu di jelaskan oleh teori piaget dan neo-piagetian.

Teori belajar menunjukkan bahwa lingkungan merupakan factor yang sangat penting dan berpenaruh, hal ini juga memberikan kontribusi baru dalam teori perkembangan mengenai teori social kognitif.

WEAKNESSES
Teori bandura banyak mengadopsi teori pemrosesan informasi seperti, berfikir,menghitung, simbolisasi, ettention, penyimpanan, dan verifikasi. Dalam teori Pavlov dan Skinner sedikit sekali ditunjukkan factor kognitif, dan terlalu banyak porsi lingkungan dalam perubahan perilaku.

Teori belajar social terlihat terlalu mekanistik dan sangat sedikit membicarakan pertimbangan individu, spontanitas dan kretivitas. Perkembangan kognitif menunjukkan bahwa proses imitasi dan observasi tersebut akan berubah seiring, hal ini menimbulkan banyak pertanyaan diantaranya:
  1. Apakah perubahan kecil dan dalam jangka waktu yang pendek akan terakumulasi dalam jangka waktu yang lama
  2. Apakah proses belajar social akan sama sepanjang usia individu?
  3. Jika perkembangan adalah bentuk akumulasi dari belajar, apakah terdapat batasan banyaknya suatu perubahan bisa menjadi proses perkembangan?



Posting Komentar untuk "Pengertian dan Teori Pembelajaran Sosial Menurut Para Ahli"