Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik dan Benar

Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada acara, baik acara formal maupun informal selalu ada kegiatan berpidato, dari pidato sambutan sampai pada pidato penyampaian informasi ataupun pidato ilmiah. Keterampilan berpidato tidak begitu saja dapat dimiliki oleh seseorang, tetapi memerlukan latihan yang cukup serius dan dalam waktu yang cukup, kecuali bagi mereka yang memang memiliki bakat dan keahlian khusus.

Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik dan Benar - Menurut Hadinegoro (2003:1) pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiap­kan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar para pendengar dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melaksana­kan segala sesuatu yang disampai­kan kepada mereka (Hadinegoro, 2003:1). 

Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik Menurut Ahli_
image source: theeverygirl.com
baca juga: Menganalisa Situasi Publik dan Mengaitkan Topik Pembicaraan

Dalam kehidupan sehari-hari pidato memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah:
  1. Memberikan informasi (to inform), 
  2. Menghibur (to entertain), 
  3. Membujuk (to persuade), 
  4. Menarik perhatian (to interest), 
  5. Meyakinkan (to convince), 
  6. Memperingatkan (to warn), 
  7. Membentuk kesan (to impress), 
  8. Memberikan instruksi (to instruct), 
  9. Membangun semangat (to arouse), 
  10. Menggerakkan massa (to move), dan lain-lain. 

Bagaimana membangun kredibilitas? Menurut Jalaluddin Rakhmat, kredibilitas tidak melekat pada diri pembicara (komunikator), tetapi terletak pada presepsi khalayak tentang pembicara. Karena kredibilitas itu sama dengan persepsi khalayak tentang komunikator, maka kredibilitas dapat dibentuk atau dibangun. Salah satu komponen yang penting dari kredibilitas adalah otoritas.

Apa yang menyebabkan seorang komunikator memiliki otoritas?
  • Otoritas terbentuk berdasarkan latarbelakang pendidikan dan pengalaman. Memilih topik bahaya “flu burung”, pembicara harus paham masalah penyakit Itu, penyebabnya dan akibatnya.
  • Pendengar menyukai atau menerima gagasan yang dikemukakan pembicara yang dipandang obyektif, seperti menggunakan pendekatan rasional dan argumentasi yang logis; memilih kata-kata yang tepat; menyajikan informasi yang benar; tidak menggurui atau sok pintar; dan yang penting memberlakukan pendengar sebagai rekan, teman atau sahabat (sebagai manusia) bukan sebagai obyek. Misal mendiskusikan manfaat “Lumpur Sidoarjo” bagi kehidupan ekonomi. Pembicara menyerahkan kepada pendengar, seandainya lumpur tersebut bisa dipisahkan dengan air”.
  • Pendengar tertarik pada pembicara yang jujur, sopan dan telah banyak berbuat bagi masyarakat. Hindarilah omongan yang kasar dan menyinggung perasaan orang lain. Misal, mengajak dan mendorong anak-anak yang putus sekolah, untuk ikut belajar bersama dan antara lain menjelaskan kepada mereka, sejarah tokoh-tokoh terkenal yang senang membaca dan belajar.
  • Pendengar tertarik pada Anda karena mereka tahu Anda berbicara untuk kepentingan mereka. Ciptakan kesan bahwa keperluan mereka adalah keperluan Anda. Anda bukan berbicara kepada (speak to) mereka, tetapi berbicara bersama (speak with) mereka

Metode Penyajian Pidato

A. Persiapan Pidato

Pidato merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan persiapan yang cukup. Persiapan pidato ini memiliki peran yang penting karena dengan persiapan yang dilakukan dengan baik, pidato yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Terkait dengan persiapan dan latihan dalam berpidato ini, Gorys Keraf (1997:317) mengemukakan tujuh langkah dalam mempersiapkan pidato, yaitu:
  1. menentukan topik dan tujuan 
  2. menganalisis pendengar dan situasi 
  3. memilih dan menyempitkan topik 
  4. mengumpulkan bahan 
  5. membuat kerangka uraian 
  6. menguraikan secara mendetail, dan 
  7. melatih dengan suara nyaring. 

Ketujuh langkah tersebut dapat diringkas menjadi tiga langkah yang tetap, yaitu: meneliti masalah (1, 2, dan 3), menyusun uraian (4, 5, dan 6), dan mengadakan latihan (7).

Berdasarkan ada tidaknya persiapan dalam pidato, Rachmat (1999: 17-18) membagi jenis pidato menjadi empat macam, yaitu pidato impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore. Tokoh lain menyebut empat bentuk ini bukan sebagai jenis pidato, tetapi merupakan metode pidato.

1. Pidato Impromtu

Pidato impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa adanya persiapan dari orang yang akan berpidato. Misalnya, ketika Anda datang ke suatu pesta, kemudian Anda diminta untuk menyampaikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu. Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah (1) impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.

Namun demikian, impromtu ini memiliki beberapa kelemahan, terutama bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-kelemahan impromtu tersebut antara lain adalah (1) impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bias “acak-acakan” dan ngawur, (4) karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.

Menurut Jalaludin Rachmat (1999: 17) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijadikan pegangan ketika pidato impromtu harus dilakukan. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
  1. Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya: Cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya. 
  2. Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: susunan kronologis, teknik pemecahan masalah, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktik. 
  3. Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromtu. 

2. Pidato Manuskrip

Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Pidato jenis manuskrip ini diperlukan oleh tokoh nasional dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya. Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, karena kesalahan pemakaian kata atau kalimat akibatnya bisa lebih luas dan berakibat negatif.

Keuntungan pidato manuskrip antara lain adalah (1) kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, (5) manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.

Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya adalah (1) komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4 ) pembuatannya lebih lama daripada sekedar menyiapkan garis-garis besarnya saja.

Agar dapat menghindari berbagai kelemahan dari pidato manuskrip ini, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
  1. Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya. 
  2. Tulislah manuskrip seolah-olah Anda berbicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung. 
  3. Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar. 
  4. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas. 

3. Pidato Memoriter

Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan. Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato memoriter ini sering menjadi tidak dapat berjalan dengan baik apabila pembicara lupa bagian yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini hubungan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.

Kekurangan pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat.

4. Pidato Ekstemporer

Pidato ekstemporer ini adalah jenis pidato yang paling baik dan paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi pembicara bebas menyampaikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara pembicara dengan audiensnya dapat berlangsung dengan lebih baik. Pembicara dapat secara langsung merespons apa yang terjadi di hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis ekstempore ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat karena kekurangan memilih kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar pidato (out-line), tentu saja tidak dapat dijadikan bahan penerbitan. Akan tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan banyak melakukan latihan berpidato.

Berdasarkan isi dan sifatnya, Haryadi (1994:45) mengelompokkan pidato ke dalam tiga jenis, yaitu (1) pidato informatif, (2) pidato propagandis, dan (3) pidato edukatif.

Pidato informatif mempunyai ciri-ciri:
  1. objektif, yaitu menurut apa adanya dan sesungguhnya, dasarnya memberi penerangan sejelas-jelasnya dan tidak menyimpang dari pokok persoalan, 
  2. realistis, yaitu mengikuti apa yang sebenarnya, baik pahit maupun manis, 
  3. motivatif, artinya memberi pengarahan agar diperoleh kesadaran baru, dan 
  4. zakelijk, yakni tidak menyimpang dari persoalan dan jujur. 

Pidato propagandis mempunyai ciri-ciri:
  1. subjektif, artinya dapat menyimpang dari hakikat kebenaran demi tercapainya tujuan, 
  2. Fiktif, yakni lebih banyak gambaran-gambaran yang indah-indah, fatamorgana, isapan jempol, 
  3. pemutarbalikan fakta bila perlu, artinya segala cara dapat dilakukan termasuk memutarbalikkan fakta demi mempero­leh pengaruh yang besar, 
  4. agitatif, artinya dilakukan secara bersemangat dan berapi-api, 
  5. demagogis, yaitu berisi pengarahan-pengarahan yang menyesatkan orang lain, bahkan sering melakukan fitnah dan adu domba, 
  6. agresif, artinya bersikap menyerang lawan, 
  7. menarik, yakni memikat dan sering mendapat tepuk tangan. 

Pidato edukatif memiliki ciri-ciri:
  1. objektif, apa yang dituju atau dimaksud, 
  2. rasional, yakni berdasarkan pikiran sehat, bukan emosi, dan mementingkan kebenaran, 
  3. berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungja­wabkan kebenaran ilmiahnya, 
  4. defensif, artinya bersifat mempertahankan kebenaran ilmiahnya, 
  5. tenang waktu mengemukakan, dimaksudkan untuk mema­suk­kan pengertian. 

Di bagian lain dikemukakan sikap dan tatakrama yang perlu diperhatikan oleh seorang pembicara, antara lain:
  1. Berpakaian yang bersih, rapi, sopan, dan tidak bergaya pamer atau berlebih-lebihan. 
  2. Merendahkan hati, tetapi bukan rendah diri dan kurang percaya diri. 
  3. Kata-kata dan ucapan sopan. Menggunakan kata-kata sapaan secara mantap dan bersahabat. 
  4. Di sana-sini diselingi humor yang segar dan sopan. 
  5. Pada bagian akhir uraian selalu mengemukakan permo­honan maaf. 

Berikut ini dikemukakan struktur bahan yang digunakan untuk berbagai pidato seremonial.
1. Pidato Pembukaan dalam Seminar
  • Pembukaan 
  • Pengantar dan ucapan terima kasih 
  • Mengapa tema itu yang dipilih 
  • Apa yang diharapkan dari pembicara dan pendengar 
  • Penjelasan jalannya acara 
  • Penutup 

2. Pidato Ketua Panitia
  • Pembukaan 
  • Ucapan terima kasih 
  • Maksud diadakannya kegiatan tersebut 
  • Laporan kegiatan 
  • Harapan untuk berpartisipasi 
  • Permohonan maaf 
  • Penutup 

3. Pidato Belasungkawa
  • Pembukaan 
  • Penyampaian rasa belasungkawa 
  • Apa makna kematian bagi manusia 
  • Doa dan harapan 
  • Penutup 
  • Pidato Belasungkawa atas nama keluarga 
  • Pembukaan 
  • Ucapan terima kasih 
  • Peristiwa kematian 
  • Memintakan maaf atas kesalahannya 
  • Permohonan untuk penyelesaian hutang-piutang 
  • Permohonan maaf 
  • Penutup 

B. Pembawaan Pidato

Pelaksanaan atau pembawaan pidato memerlukan persiapan dan latihan yang cukup. Selain persiapan dan latihan yang cukup, masih banyak hal yang harus diperhatikan ketika seseorang menyampaikan pidatonya di depan audiens. Dalam hubungannya dengan persiapan, pelaksanaan, dan akhir wicara atau pidato, Widyamartaya (1980: 32-35) mengemukakan tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) pembawaan awal pembicaraan atau awal pidato, (2) selama berbicara, dan (3) pembawaan akhir wicara.

1. Pembawaan Awal Pembicaraan

  • Tenangkan diri Anda sebelum maju ke depan. Bila Anda berdiri di depan orang banyak untuk berbicara, jangan terus berbicara, tapi tenangkan dulu diri Anda. Selama 10 sampai 15 detik berdirilah dengan tenang menya­dari diri, pandanglah para hadirin, dan ambillah nafas dalam-dalam. 
  • Setelah Anda menguasai diri dan mengadakan kontak dengan pendengar Anda, ucapkan sapaan-sapaan dengan sepenuh hati dan simpatik. 
  • Awalilah pembicaraan Anda dengan menyinggung kesempatan/tempat yang diberikan pada Anda atau apa yang pernah disampaikan pembicara sebelumnya. 
  • Bangkitkan minat hadirin dengan mengutarakan suatu kejadian yang aktual, data statistik, suatu pertanyaan, alat peraga, menyinggung pentingnya suatu masalah, dan sebagainya. 

2. Selama Berbicara
  • Menggunakan pause, jeda sementara untuk memberi kesempatan kepada pendengar guna mencerna penjelasan yang baru disampaikan, sekaligus sebagai persiapan untuk memasuki persoalan berikutnya. 
  • Pembicaraan diselingi dengan sapaan-sapaan yang bervariatif. 
  • Kata-kata atau frase yang penting ditekankan dengan intonasi khusus. 
  • Nada dan suara harus dapat bervariasi. 
  • Dukunglah pembicaraan dengan mimik, intonasi, dan solah bawa yang tepat. 
  • Pembicaraan diusahakan logis dan sistematis. 

3. Pembawaan Akhir Berbicara
  • Perhitungkan kemampuan pendengar dan pembicara, jangan bernafsu bicara banyak dan jangan kita mengikuti perasaan kita sendiri. 
  • Bila gagasan yang akan disampaikan sudah memadai segera berhenti. Bicara yang berkepanjangan biasanya hasil dari pemikiran yang kurang lama atau masak. 
  • Bila pembicaraan cukup panjang, kemukakan ringkasan pokok persoalan yang disampaikan. Tekankan atau tandaskan sekali lagi maksud pokok pembicaraan Anda. 
  • Akhiri pembicaraan Anda dengan semangat yang menyala, tidak turun atau melemah. 
  • Hindarkan basa-basi yang tidak perlu, misalnya ucapan “Saya kira cukup sekian pembicaraan Saya”, ucapkan saja “Terima kasih atas perhatian Saudara.” 
  • Wajah dan gerak-gerik hendaklah selalu memancarkan suatu keperca­yaan diri. Hindarkan gerak-gerik yang kurang baik, seperti penyeringai­an, buru-buru, angkat bahu, dan sebagainya. 

Cara Menutup Dan Membuka Pidato

A. Cara Membuka Pidato

Pembukaan dalam berpidato memiliki peranan yang cukup besar dalam kesuksesan berpidato. Kalau dalam pembukaan pidato sudah bagus, maka pendengar akan merasa tertarik untuk mengikuti uraian pidato selanjutnya. Jalaluddin Rachmat (1999:52-63) menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membuka dan menutup pidato. Cara dan waktu yang dibutuhkan dalam membuka pidato menurutnya sangat bergantung pada topik, tujuan, situasi, khalayak, dan hubungan antara komunikator dan komunikan. Adapun cara-cara membuka pidato tersebut dapat dipilih salah satu dari yang berikut:
  1. Langsung menyebutkan pokok persoalan. Komunikator menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakannya dan memberikan kerangka pembicara­annya. Cara ini biasanya dilakukan bila topik adalah pusat perhatian khalayak. 
  2. Melukiskan latar belakang masalah.
    Komunikator menjelaskan sejarah topik, membatasi perngertian, dan menyatakan masalah-masalah utamanya.
  3. Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak. 
  4. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati. 
  5. Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato. 
  6. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang tengah meliputi khalayak. 
  7. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu 
  8. Menguhubungkan dengan keperluan vital pendengar 
  9. Memberikan pujian pada khalayak atas prestasi mereka 
  10. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan 
  11. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan 
  12. Menyatakan kutipan 
  13. Menceritakan pengalaman pribadi 
  14. Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotetis 
  15. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya 
  16. Membuat humor. 

Sementara itu, Hendrikus (2003:80) memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam memulai pidato. Beberapa saran dan petunjuk tersebut adalah:
  1. Mulailah setenang mungkin. 
  2. Pikirlah sesuatu yang positif untuk melenyapkan rasa takut. 
  3. Jangan memulai pidato dengan membaca dan terikat pada teks, tetapi bicaralah bebas. 
  4. Jangan mulai dengan meminta maaf. 
  5. Memulai pidato dengan nada positif. 
  6. Berusahalah untuk menarik perhatian pendengar dan menciptakan kontak dengan mereka. 
  7. Mulailah pidato dengan cara yang lain, tetapi menarik. Artinya tidak usah memulai dengan rumusan-rumusan umum yang selalu sama. 
  8. Bernafaslah sedalam-dalamnya sebelum mulai berbicara. 
  9. Mulailah berbicara, bila seluruh ruangan sudah tenang. 

B. Cara Menutup Pidato

Selain pembukaan pidato, masalah penutupan pidato juga menjadi masalah yang penting. Penutup pidato paling tidak harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Dalam sebuah pidato, dikenal dua macam cara menutup pidato yang buruk, yaitu: berhenti tiba-tiba tanpa memberikan gambaran komposisi yang sempurna dan berlarut-larut tanpa pengetahuan di mana harus berhenti.

Berikut ini beberapa cara menutup pidato sebagaimana yang diungkapkan oleh Rachmat (1999: 60-63):
  1. Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
    Cara yang paling mudah dalam menyimpulkan ini adalah dengan membilangnya dalam urutan satu, dua, tiga, dan seterusnya.
  2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan setelah menyebutkan ikhtisar pidato atau tanpa ikhtisar pidato. 
  3. Mendorong khalayak untuk bertindak (Appeal for Action).
    Cara ini biasanya dipakai terutama untuk menutup pidato persuasif yang ditujukan untuk memperoleh tindakan tertentu dari khalayak.
  4. Mengakhiri dengan klimaks.
    Karena akhir pidato merupakan puncak seluruh uraian, maka menuju penutup pidato dapat dilakukan dengan uraian menjadi lebih penting dan lebih patut mendapat perhatian.
  5. Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli.
    Kutipan dapat menambah keindahan komposisi, asal kutipan yang dipakai tersebut ada kaitannya dengan tema yang dibicarakan atau menunjukkan arah tindakan yang harus dilakukan.
  6. Menceritakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan.
    Ilustrasi ini harus berbentuk cerita yang menarik perhatian yang menghidupkan jalannya uraian. Panjang pendeknya cerita dapat disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
  7. Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara.
  8. Memuji dan menghargai khalayak.
    Pujian yang efektif adalah pujian yang wajar, ikhlas, dan tidak berlebih-lebihan.
  9. Membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
    Kalau bukan ahli, cara menutup pidato inilah yang paling sukar dilakukan.

Sebaiknya penutup pidato diucapkan secara bebas, jangan membaca pada teks, karena akan membawa efek yang kurang meyakin­kan. Pembicara harus mengucapkan secara bebas, dan diucapkan dengan kontak mata yang sugestif terhadap pendengar.

Sekian artikel tentang Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat,

Daftar Pustaka
  • Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa 
  • Indonesia. Jakarta: Erlangga.
  • De Vito, Joseph A. (1994), The Public Speaking Guide. New York: Harper College. 
  • Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut.
Sigmund Freud
Sigmund Freud Stimulate your passion!

Posting Komentar untuk "Pengertian Pidato dan Teknik Pidato yang Baik dan Benar"