Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, Heinz

Teori ego kontemporer dari Freud muncul dari keinginan akan pemuasan dorongan atau insting dasar. Dengan terpuaskannya dorongan tersebut, maka akan berkurang juga ketegangan yang ada pada diri seseorang. Namun, ketika Freud meninggal, paradigma psikoanalisis mulai berubah. Psikoanalisis mulai memusatkan diri pada sifat kekuatan ego, yaitu mampu mendorong kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah teori yang disebut dengan Psikologi Ego, sebuah teori yang menyempurnakan dan memperluas teori psikoanalisis Freud.

Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, dan Heinz Heinrich Moritz Hartmann - Tokoh dari teori Psikologi Ego adalah Anna Freud, Robert White, dan Heinz Hartmann. Ketiga tokoh ini yakin bahwa manusia berjuang hidup tidak hanya untuk memuaskan insting, namun memberi makna pada perjuangannya tersebut dan mampu menguasai hambatan kehidupan. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa kondisi neurosis bukan terjadi karena adanya pertentangan antara id, ego, dan superego. Kondisi neurosis dapat terjadi karena hidup yang tidak memiliki tujuan, ketidakmampuan menciptakan harmoni antara diri dengan lingkungan sosial.

Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, Heinz_
Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, Heinz
Baca juga:
 Anna Freud

Freud meyakini bahwa ego itu adalah seorang joki yang tidak memiliki daya, sedangkan id adalah kudanya. Namun, Anna merubah konsep tersebut, yaitu ego adalah ego yang cerdas dan mampu memilih jalan atau arah yang baik bagi dirinya. Ada tiga konsep pokok dalam teori Anna, yang akan dijelaskan di bawah ini.

Terapi untuk Anak. Teknik psikoanalisis klasik Freud, seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, dan analisis transferensi, tidak dapat diterapkan begitu saja kepada anak. Jika akan diterapkan kepada anak, maka prosedurnya harus dimodifikasi atau digabung dengan teknik lain, agar anak dapat bertumbuh, berubah, dan menguasai realitas di luar diri. Oleh karena itu, dalam melakukan terapi untuk anak, Anna belajar pentingnya persiapan yang terencana. Selain itu Anna menekankan pentingnya menjadi ANALIS YANG DIPERCAYA, DIBUTUHKAN, DAN DIKAGUMI ANAK. Dengan demikian, anak dapat belajar mengenai diri dan mengenai serangan dari luar yang tidak dipahaminya, dari analis tersebut.

Anna berpendapat bahwa sifat perkembangan kepribadian anak yang lentur dan berkelanjutan, membuat seorang analis tidak memfokuskan diri pada gejala yang tampak pada saat ini. Fokus perhatian seorang analis haruslah pada SEBUAH TUJUAN AGAR ANAK MENJADI SEHAT di masa yang akan datang. Anna meyakini bahwa simtom-simtom neurotik hanyalah bagian kecil dari masalah anak, sehingga yang perlu menjadi pusat perhatian adalah potensi gangguan perkembangan dan ancaman tingkat kemasakan anak.

Anna mengembangkan sistem diagnosis yang menekankan pentingnya pembentukkan kepribadian dalam tahap perkembangan, ancaman serius terhadap perkembangan kepribadian, dan potensi hal yang akan mengganggu integritas anak. Oleh karena itu dalam psikoterapi terhadap anak, Anna memerlukan persiapan cukup panjang, termasuk dalam pengumpulan data dan asesmen. Anna menggunakan PROFIL METAPSIKOLOGI, yaitu sebuah panduan yang akan mengorganisasi informasi dalam kategorisasi yang komprehensif. Berikut ini adalah contoh Garis Besar Profil Metapsikologis :
  1. Alasan Referal, yaitu menunjukkan perkembangan yang terhambat, masalah tingkah laku, dan adanya simtom-simtom. 
  2. Gambaran Diri Anak, yaitu bentuk wajah, suasana hati, sikap, dan lain-lain.
  3. Latar Belakang Keluarga, yaitu sejarah pribadi, sejarah hidup, dan kondisi keluarga. 
  4. Kemungkinan Pengaruh Lingkungan yang Penting
  5. Pengukuran Perkembangan, yang meliputi : (a) Perkembangan dorongan libido dan agresi terhadap diri sendiri dan orang lain ; (b) perkembangan ego-superego, seperti fungsi ego, usia tingkah laku, keseimbangan pertahanan dan emosi.
  6. Pengukuran Genetik, yang meliputi tingkah laku, fantasi, dan simtom yang dapat membantu kesimpulan perkembangan psikoseksual, regresi, dan fiksasi.
  7. Asesmen Dinamik dan Struktural, yaitu mengklasifikasikan konflik internal dan eksternal berdasarkan konflik ego-id, ego-superego, atau ego-lingkungan. 
  8. Asesmen Ciri Umum, yang mencakup toleransi frustrasi, potensi sublimasi, kecemasan, kekuatan progresif dan regresif.
  9. Diagnosis, yaitu integrasi data ke dalam tingkat kesehatan ego, konflik, frustrasi, tingkat perkembangan, kekuatan superego, gangguan organik, dan peran lingkungan. 

Ada tiga keuntungan jika menggunakan Profil Metapsikologi, yaitu : (1) Panduan akan memberi arah yang jelas, kongkrit, dan seragam, sehingga terapis mengetahui hal-hal apa saja yang dapat diungkap dari klien ; (2) Panduan itu mengharuskan terapis untuk mengintegrasikan hasil pengamatan dengan sejarah kehidupan klien, sehingga terapis dapat mengetahui bagaimana kepribadian anak berfungsi dan berkembang ; (3) Panduan tersebut menggunakan konsep-konsep psikoanalisis, dan mengintegrasikan teori untuk memahami data yang telah diperoleh.

Gangguan neurotis pada orang dewasa umumnya bersifat internal, bersumber pada masa lalu, atau konflik yang belum selesai. Namun, simtom pada anak dapat terjadi karena peristiwa yang baru saja terjadi atau bersumber dari lingkungan. Itu sebabnya, Anna menekankan pentingnya REALITAS SOSIAL dalam memahami kondisi neurosis pada anak.

Garis Perkembangan. Garis Perkembangan adalah interaksi antara id dengan ego, yang dimulai dari dominasi id untuk memperoleh kepuasan, secara bertahap akan bergeser ke ego, kemudian pada akhirnya ego mampu menguasai realitas internal dan eksternal. Dengan kata lain, garis perkembangan adalah urutan tahap kematangan anak dari ketergantungan menjadi mandiri, dari irasional menjadi rasional, dari hubungan yang pasif dengan realita menjadi aktif. Garis perkembangan ini menunjukkan usaha ego untuk mampu menghadapi situasi hidup, tanpa harus menarik diri dan menggunakan mekanisme pertahanan diri secara berlebihan. Anna mengemukakan enam garis perkembangan, yaitu :
  1. Dari Ketergantungan menjadi Percaya Diri. Ada delapan tahap dari garis perkembangan yang pertama ini, yaitu : (a) adanya ketergantungan biologis terhadap ibu, dimana anak tidak mengetahui bahwa dirinya terpisah dengan orang lain ; (b) Anak membutuhkan hubungan yang memuaskan, dan ibu dianggap sebagai pemuas dari luar ; (c) Tahap objek-tetap, dimana gambaran ibu tetap ada, walau ibu tidak hadir ; (d) Pre odipus atau tahap memeluk, yang ditandai dengan anak mendominasi objek yang dicintainya ; (e) Tahap Odipus-Falis, yang ditandai dorongan memiliki orangtua lain jenis dan bersaing dengan orangtua sejenis ; (f) Fase laten, yang ditandai dengan menurunnya dorongan, adanya transfer libido ke teman dan figur otoritas ; (g) Fase pra adolesen, yang ditandai dengan kembalinya kebutuhan hubungan yang memuaskan dengan objek yang dicintai ; (h) Fase adolesen, yang ditandai dengan adanya keinginan untuk berjuang secara mandiri, memutus cinta dengan orangtua, dan kebutuhan kepuasan seksual. 
  2. Dari Mengisap menjadi Makan Makanan Keras. Ada enam tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak disusui secara teratur sesuai kebutuhan ; (b) Anak disapih dari susu, walau mengalami kesulitan untuk makan makanan baru ; (c) Anak dilatih untuk makan sendiri, tanpa disuapi ; (d) Anak mulai makan sendiri ; (e) Anak membentuk sikap terhadap makanan, yaitu takut menjadi gemuk karena makan ; (f) Anak senang makan dengan memiliki kebiasaan makan yang ditentukan sendiri. 
  3. Dari Ngompol menjadi Dapat Mengendalikan Urinasi atau Defakasi. Ada empat tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak bebas membuang kotoran tubuh ; (b) Fase Anal, dimana anak menolak kendali orang lain dalam hal membuang kotoran tubuh ; (c) Anak mengidentifikasi dengan aturan orangtua, dengan mengendalikan sendiri pembuangan kotoran ; (d) Anak mulai peduli dengan kebersihan, tanpa tekanan orangtua, karena ego dan superego mengendalikan dorongan anal secara otonom. 
  4. Dari Tidak Bertanggung Jawab menjadi Bertanggung jawab Mengatur Tubuh. Ada tiga tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Dorongan agresi diubah dari diri sendiri menjadi ke dunia luar ; (b) Ego anak semakin memahami prinsip sebab akibat, mampu meredakan keinginan yang berbahaya, dan mengenali bahaya eksternal ; (c) Anak dengan sukarela menerima aturan kesehatan, menolak makanan yang tidak sehat, menjaga kebersihan tubuh, dan melatih kebugaran tubuh. 
  5. Dari Egosentrik menjadi Kerjasama. Ada empat tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Anak mementingkan diri sendiri dan memandang orang lain tidak ada atau hanya sebagai pengganggu ; (b) Anak lain di sekitarnya dipandang sebagai benda mati, yang dapat diperlakukan kasar tanpa tanggung jawab ; (c) Anak kecil di dekatnya dianggap sebagai teman untuk mengerjakan sesuatu ; (d) Anak memandang teman sebagai orang yang sederajat, seperti memiliki keinginan sendiri, dapat dihormati, ditakuti, dijadikan saingan, dicintai, dibenci, atau ditiru.
  6. Dari Tubuh menjadi Mainan, dan dari Bermain menjadi Bekerja. Ada lima tahap dalam garis perkembangan ini, yaitu : (a) Mainan seorang anak adalah perasaan tubuh, kepekaan jari, kulit, mulut, dimana bayi belum dapat membedakan tubuh sendiri dengan tubuh ibu ; (b) Anak memindahkan sensasi tubuh ibu ke objek yang lembut, seperti beruang mainan atau sarung bantal ; (c) Anak memeluk objek yang lembut dan menyenangi barang yang lembut ; (d) Anak merasa puas menyelesaikan suatu kegiatan dan mencapai prestasi ; (e) Anak dapat menahan dorongan dalam dirinya.
    Mekanisme Pertahanan. Freud menyatakan tujuh mekanisme pertahanan, yaitu identifikasi, displacement, represi, proyeksi, reaksi formasi, fiksasi, dan regresi. Namun, Anna memperluas mekanisme pertahanan, dan menambah dengan isolasi, ascetism, denial, sublimasi, undoing, introyeksi, reversal, dan turning against the self sublimation. Anna adalah tokoh pertama yang memandang mekanisme pertahanan sebagai fungsi penyesuaian diri normal, yang dipakai anak untuk menyesuaikan diri dengan dunia luar.

Robert White

Teori White merupakan rekonseptualisasi dari tahap perkembangan psikoseksual, dengan menggunakan tema belajar tuntas. Pada setiap tahap perkembangan psikoseksual Freud, ada elemen penting yang ikut berkembang. Elemen itu harus dipelajari, namun terkait dengan kepuasan instingtif. Menurut White, ego dimotivasi oleh kebutuhan eksplorasi, belajar, dan menguasai lingkungan. Motivasi ini disebut dengan effectance motivation. Jika usaha ini berhasil, maka orang akan merasa berkompeten. Perasaan ini mampu membuat orang bertumbuh, masak, dan siap menghadapi tantangan hidup. Perasaan mampu menguasai realitas lingkungan ini disebut dengan efikasi diri. Kompetensi yang dipelajari sepanjang tahap perkembangan psikoseksual, akan dipaparkan dalam tabel di bawah ini.

Tahap

Aktivitas Insting (Freud)

Kompetensi yang dipelajari (White)

Oral

a.       Insting lapar berjuang untuk meredakan ketegangan
b.       Tergantung secara pasif untuk bertahan hidup
c.       Memasukkan makanan dan objek cinta sebagai bagian dari self.

a.       Makan sebagai tempat berlatih menguasai diri dan lingkungan.
b.       b. Belajar menguasai orang lain dengan memaksimalkan cinta dan meminimalkan pengabaian.
c.       Sensori motor berperan sebagai latihan keterampilan motorik dan kognitif selanjutnya.

Anal

a.       Kepuasan menahan & mengeluarkan kotoran
b.       Belajar patuh pada orangtua
c.       c. Reaksi defensif terhadap anal erotic, yaitu kikir, keras kepala, sangat teratur.

a.       Perkembangan instingtif negativisme anak usia 2 tahun.
b.       Memakai gerakan dan negativisme untuk mengembangkan otonomi.
c.       Tiga sifat tersebut dipandang sebagai cara penyesuaian terhadap lingkungan.

Falis

a.       Oedipus kompleks dengan sensitivitas genital.
b.       Perkembangan superego - identifikasi dengan ayah.
c.       Minat seks thd keluarga. 

a.       Gerakan, bahasa, dan imajinasi dikembangkan untuk menguasai kata-kata dan mengembangkan perasaan mampu.
b.       Meniru peran dewasa dengan tekanan pada produktivitas pribadi.

Laten

a.       Menghilangkan motif seksual
b.       Periode yang relatif tenang

a.       Memantapkan kompetensi sosial
b.       Belajar kompromi diri dan melindungi diri.

Genital

a.       Pilihan objek heteroseksual
b.       Ekspresi libido dalam wujud genital

a.       Perasaan identitas dan kompetensi yg disatukan.
b.       Pilihan pekerjaan yang dipelajari atau disiapkan
c.       Pacaran sebagai kepuasan sosial dan seksual

Heinz Heinrich Moritz Hartmann

Hartmann menyatakan bahwa fungsi ego tergantung kepada tujuan yang akan diselesaikan, yaitu tujuan menyelesaikan konflik dan tujuan yang tidak berlatar belakang konflik.

Tujuan tidak berlatar belakang konflik ini yang disebut dengan Fungsi Ego di Ranah Bebas Konflik, yaitu kegiatan ego terjadi di luar ranah konflik mental. Hartmann menyatakan bahwa ego tidak berasal dan dimunculkan id untuk melayani insting taksadar. Id dan ego muncul secara bersamaan, dan berfungsi secara independen. Masing-masing id dan ego tersebut berasal dari disposisi, dan berkembang secara independen. Oleh karena itu, ego bukan hanya didorong oleh insting seks dan agresi, tetapi juga ditentukan oleh faktor luar.

Selain itu, ego bersifat otonom dan aktif mencari penyesuaian dengan dunia luar. Ada dua jenis otonomi ego, yaitu : (1) Otonomi Primer, yang mengacu ke sumber biologis, kemasakan fungsi persepsi, belajar, ingatan, dan gerakan. Fungsi otonomi primer ini berasal dari keturunan dan berperan untuk menyesuaikan dengan lingkungan ; (2) Otonomi Sekunder, yang merupakan kemampuan ego untuk mengubah fungsi-fungsi yang dikembangkan dalam konflik dengan id, menjadi sarana yang membantu adaptasi sehat dengan kehidupan. Dengan kata lain, otonomi sekunder merupakan hasil interaksi kemasakan fisik dengan belajar. Konsep otonomi sekunder ini mirip dengan otonomi fungsional dari Allport. Hartmann meyakini bahwa ego dapat menetralisir dorongan seks dan agresi, supaya ego berfungsi bukan hanya untuk mendapat kenikmatan atau meredakan tegangan saja. Baik, otonomi primer maupun otonomi sekunder, sama-sama menghasilkan adaptasi, yaitu hasil dari usaha ego untuk mempertahankan keseimbangan dalam kepribadiannya dan keseimbangan antara diri dengan lingkungannya.

Selain itu, ego menggunakan prinsip realita, yaitu mampu mengantisipasi kebutuhan pada masa yang akan datang, yang tujuan utamanya adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan secara terus menerus. Dalam mencapai tujuan tersebut, ada empat harmoni di dalam dan di luar diri yang harus dipertahankan ego, yaitu : Pertama, Mempertahankan keseimbangan individu dengan realitas eksternal sosial dan fisik. Kedua, Memantapkan harmoni keseimbangan di dalam ranah id, karena id memiliki beberapa insting yang menuntut pemuasan. Ketiga, Menyeimbangkan tiga unsur mental yang saling bersaing, yaitu id-ego-superego. Keempat, Menjaga harmoni di antara berbagai tujuannya yang saling berbeda, yaitu keseimbangan antara peran membantu id dengan peran sebagai ego independen yang bertujuan tidak untuk memuaskan dorongan id.

Harmoni ini dapat tercapai dengan cara ego beroperasi secara sintetis, yaitu kemampuan mengintegrasikan dan mendamaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Kemampuan ini dapat membuat ego mendamaikan konflik intersistemik (konflik id-ego-superego-realitas) dan konflik intrasistemik (konflik di dalam ego sendiri). Hartmann menyatakan ada 12 fungsi ego yang harus diperhatikan, agar fungsi sosial dan kognitif dapat berjalan baik, yaitu : (1) Mengatur gerakan ; (2) Mengorganisasi persepsi di dalam dan di luar realita ; (3) Membuat batas yang melindungi diri dari stimulasi internal dan eksternal berlebihan ; (4) Uji realitas ; (5) Berpikir dan inteligensi ; (6) Menerjemahkan pikiran menjadi perbuatan ; (7) Menghambat atau menunda pengurangan tegangan ; (8) Mengenali bahaya, memberi tanda kecemasan, dan pertahanan diri ; (9) Antisipasi aksi, tujuan, dampak, dan konsekuensi di masa yang akan datang ; (10) Persepsi waktu ; (11) Pembentukkan karakter atau gaya pribadi ; (12) Kemampuan sintetik, yaitu kemampuan mengintegrasikan semua fungsi di atas, mengharmonisasi konflik intrasistemik dan intersistemik.

Perkembangan Ego menjadi Patologis

Teori Freud menyatakan bahwa patologi terjadi karena ego gagal berkembang secara normal. Dengan konsep ini, banyak ahli yang menyatakan bahwa ego gagal berkembang karena kesalahan ibu, pengasuhan yang tidak tepat atau dingin, pengasuhan yang kaku, pola asuh yang terlalu melindungi, dan adanya perasaan berdosa. Ego yang gagal berkembang ini dapat menjadi potensi terjadinya neurosis dan psikosis.

Konsep kompetensi dan effectance motivation, White mengubah fokus perhatian terhadap penyebab dari gagalnya ego berkembang secara normal. Fokus utama dari White adalah terletak pada perkembangan perasaan efikasi diri yang tidak tepat. White menyatakan bahwa kegagalan ego berkembang itu terletak pada individu itu sendiri. White mengemukakan tiga penyebab kerusakan effectance motivation, yaitu : (1) Insting lapar dan bebas dari rasa sakit muncul terus menerus, karena pengasuhan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan bayi menggunakan seluruh waktu untuk menangani insting tersebut, sehingga tidak melakukan kegiatan yang menghasilkan efikasi diri ; (2) Bayi tidak mendapat penguat dari usaha pengembangan efikasi diri. Hal ini menyebabkan bayi berhenti memanipulasi dunia dan motivasi efektan tidak berkembang ; (3) Adanya gangguan atau hambatan terhadap aktivitas bermain. Hal ini menyebabkan anak kehilangan stimulasi lingkungan dan mendapat stimulasi diri yang cukup. Pada akhirnya, anak akan kehilangan ego yang tidak berkembang melalui ekspresi diri. Dampak yang mungkin terjadi adalah anak menjadi cemas, pemalu, peragu, dan kehilangan minat untuk eksplorasi diri. Semua kondisi ini mengarah kepada kerusakan efikasi diri.
Aplikasi

Psikologi Ego merupakan konsep yang mengisi bagian-bagian yang terlewat dari teori Freud. Anna Freud adalah pelopor psikoanalisis anak, yang menyiapkan metodologi dan sistematika dari psikoanalisis anak. Sistem ini juga digunakan pada psikoanalisis dewasa, karena menjamin pemahaman yang komprehensif. Sedangkan Hartmann dan White banyak memberi masukan tentang cara kerja ego. Banyak gangguan jiwa yang dapat diatasi dengan memperkuat ego. Selain itu, konsep psikologi ego membantu mengembangkan kompetensi ego untuk menguasai intersistem dan intrasistem.
Sekian artikel tentang Teori Psikologi Ego Menurut Anna Freud, Robert White, dan Heinz Heinrich Moritz Hartmann. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alwisol (2009). Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang : UMM Press
  • Feist, J & Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7, Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika
  • Schultz, D (1991). Psikologi Pertumbuhan, Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
  • Suryabrata, S (2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Sigmund Freud
Sigmund Freud Stimulate your passion!